TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Banyuwangi (BPN Banyuwangi), berkirim surat kepada Pemerintah Desa Parangharjo, Kecamatan Songgon. Surat Nomor: 100/100.2.35.10/XI/2019, tertanggal 30 September 2019, tersebut membahas tentang permohonan pengajuan alokasi program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2020 di desa setempat.
Di situ ditegaskan bahwa waktu permohonan yang diajukan Pemerintah Desa Parangharjo, untuk alokasi program PTSL tahun 2020, dinyatakan terlambat. Dan kuota PTSL tahun 2020 di Kabupaten Banyuwangi, telah terpenuhi.
BPN Banyuwangi, juga menjelaskan bahwa persyaratan pengajuan alokasi PTSL tahun 2020 dari Pemerintah Desa Parangharjo, belum memenuhi standar. Yakni K4 (tanah-tanah yang sudah terdaftar haknya) belum dipetakan dalam peta kerja dan daftar nominatif. Peta kerja belum link dengan daftar nominatif yang diusulkan. (K1, K2, K3 dan K4).
“Kami menyarankan untuk diusulkan kembali pada tahun anggaran 2021,” begitu bunyi dalam surat bertanda tangan Kepala Bagian Tata Usaha (TU) BPN Banyuwangi, Ali Mas’od SH MH.
Data yang dihimpun TIMES Indonesia, tanggal 6 Agustus 2019, Pemerintah Desa Parangharjo, mengajukan permohonan program PTSL tahun 2020 kepada BPN Banyuwangi. Tanggal 27 September 2019, menyerahkan Peta Blok dan Peta Kerja PTSL tahun 2020 Desa Parangharjo.
Terkait Surat BPN Banyuwangi, Calon Kepala Desa (Cakades) incumben, Panji Widodo, mengaku kecewa. Dia menduga surat tersebut dikirim ke Pemerintah Desa Parangharjo, lantaran BPN Banyuwangi, merasa ketakutan. “Khawatirnya pihak BPN hanya takut karena telah santer di media tentang pengajuan PTSL dari desa kita yang dianggap ada muatan politis,” katanya, Kamis (3/10/2019).
Karena telah disampaikan bahwa kuota alokasi program PTSL tahun 2020 di Kabupaten Banyuwangi sudah terpenuhi, Panji mendesak BPN untuk menunjukan alokasi tersebut untuk desa mana saja dan berapa jumlah bidang.
“Hal itu agar kami jelas, karena yang membagi bidang untuk PTSL kepada desa yang mengajukan itu adalah BPN, apakah tidak sebaiknya dibagi rata bagi desa-desa yang telah mengajukan,” pintanya.
Panji menyampaikan, pengajuan permohonan alokasi PTSL tahun 2020 untuk Desa Parangharjo, Kecamatan Songgon, dilakukan semasa dia menjabat Kades. Namun dia keberatan jika sosialisasi program tersebut dikaitkan dengan arah dukungan pencalonan kembali dirinya dalam kontestasi Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Desa Parangharjo.
“Saya sangat keberatan karena semenjak cuti jadi kades, saya sudah tidak ikut campur sama sekali dalam proses itu,” ungkapnya.
Dan dia juga menekankan bahwa hanya meminta para Kepala Dusun (Kadus) untuk sosialisasi bahwa Desa Parangharjo, telah mengajukan permohonan PTSL untuk tahun 2020. Dengan kata lain, kegiatan sosialisasi hingga menerima uang pembayaran dari masyarakat calon pendaftar PTSL tahun 2020, yang dilakukan para Kadus, di luar pengetahuan dia.
Pengakuan berbeda disampaikan Kadus Krajan Kulon, Desa Parangharjo, Slamet Darminto. Menurutnya, apa yang dia lakukan bersama tiga Kadus lain, semata-mata atas perintah Panji, semasa menjabat sebagai Kades Parangharjo. “Dulu yang disampaikan pak Panji ke kita (Para Kadus di Desa Parangharjo), dikatakan Desa Parangharjo mendapat program PTSL di tahun 2020,” katanya.
“Andai tahu program PTSL tahun 2020 Desa Parangharjo, masih dalam tahap pengajuan, ya kita tidak berani sosialisasi,” imbuhnya.
Makin membuat para Kadus yakin, Slamet bercerita, usai sosialisasi yang dilakukan Panji, program PTSL tahun 2020 di Desa Parangharjo, disiarkan menggunakan pengeras suara keliling desa. Tak hanya itu, pembentukan panitia PTSL untuk tahun 2020 tersebut juga langsung dibentuk.
“Yang disampaikan ke kami, ini program PTSL tahun 2020, namun proses pendaftaran sudah dimulai pada 2019 akhir. Karena kami menilai ini program pro rakyat, ya kita semangat bergerak,” ungkap Slamet.
Tapi setelah tahu bahwa program PTSL tahun 2020 di Desa Parangharjo, masih dalam proses pengajuan, para Kadus langsung merasa ditipu dan dikorbankan. “Kita sekarang kayak gak punya muka pada masyarakat, apalagi yang sudah menitipkan uang pendaftaran. Tahu program masih dalam pengajuan, ya kami tidak akan bergerak, wong namanya pengajuan itu bisa diterima atau ditolak,” cetus Slamet.
Atas kejadian ini, Para Kadus dan masyarakat desa Parangharjo, Kecamatan Songgon, Banyuwangi, berharap ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum. Selain diduga untuk meraup dukungan Cakades, sosialisasi dan pelaksanaan program ‘hoaks’ PTSL tahun 2020, oleh para Kadus di Desa Parangharjo, dikhawatirkan bisa memicu terjadinya konflik di masyarakat. (*)
Pewarta | : Syamsul Arifin |
Editor | : Faizal R Arief |
Tinjau Normalisasi Sungai Jombang, Gubernur Khofifah Janji Atasi Banjir di Pamekasan
Perempuan dan Peran Strategisnya: Seruan Kepemimpinan Menuju Indonesia Emas 2045
Jombang Bersiap Jadi Pusat Pendidikan Buah-Buahan Nasional
Bolehkah Numpang Buang Air di Kamar Mandi Masjid? Ini Penjelasan Lengkap Ulama Fikih
Bahasa Hibrida dan Resistensi Budaya di Era Digital
Diterjang Hujan Deras, Rumah Warga di Pangandaran Roboh
100 Hari Kerja, Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo Hadirkan Festival Quick Wins
Potret Inanike Agusta, Pramugari yang Juga Seniman Berbakat
Relax and Rejuvenate: Exploring Wonosobo’s Natural Hot Springs
Menjelajahi 75 Tahun Diplomasi Indonesia-Tiongkok lewat Buku Inspiratif